Biografi Ronald Dworkin


Oleh: Eduard Awang Maha Putra & Fathul Hamdani

Ronald Dworkin adalah seorang filsuf hukum terkemuka dari generasinya. Dia adalah seorang pengacara sekaligus akademisi hebat yang selalu menginspirasi banyak akademisi dan telah mendorong banyak dari mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan berbasis pada moralitas berdasarkan wacana hukum yang bertujuan untuk mengubah kondisi dalam dunia yurisprudensi secara luar biasa. Ide-ide ilmiahnya yang unik dituangkan dalam banyak buku dan jurnal dengan mengembangkan interpretasi ilmiah yang kuat tentang hukum dan menguraikan pendapat-pendapat kritis tidak hanya pada isu-isu Anglo-Amerika saja tetapi juga berbagai masalah hukum secara global. Ronald Dworkin adalah seorang advokat pejuang Hak Asasi Manusia yang mengembangkan kombinasi ilmiah tentang hukum yang menarik dan menguraikan isu-isu penting kontemporer serta isu yang menjadi perhatian publik, termasuk pertanyaan tentang bagaimana hukum harus berkaitan atau berurusan dengan isu-isu seperti ras, aborsi, euthanasia, kebebasan berpendapat, dan kesetaraan dengan cara-cara yang dapat diakses oleh semua orang. Argumentasi Hukum yang dikemukakannya adalah solusi untuk masalah spesifik dari filsafat liberal klasik yang didasarkan pada konsepsi bahwa hukum harus memperoleh pengakuannya dari moralitas.[1] Keyakinan utamanya adalah bahwa hukum harus didasarkan pada integritas moral dan dipahami sebagai gagasan moral bahwa pemerintah harus bertindak berdasarkan prinsip setiap anggota masyarakat harus lah diperlakukan secara adil dan tidak dibeda-bedakan.

MASA KECIL DWORKIN

Ronald Myles Dworkin lahir di Providence, Rhodes Island, Amerika Serikat pada 11 Desember 1931 dalam keluarga keturunan Yahudi-Amerika. Ayahnya bernama David W. Dworkin yang bermigrasi dari Lithuania ke Amerika Serikat selama masa kecilnya. Setelah perceraian orang tuanya, Ronald Dworkin diasuh dan dibesarkan oleh Ibunya yang bernama Madeline Talamo yang merupakan seorang guru piano. Setelah bercerai dengan Ayahnya, Ibu Dworkin pun kemudian menikah lagi tapi sayangnya suami keduanya meninggal dikarenakan penyakit hati menyerang dalam rentang waktu yang sangat singkat dari pernikahan mereka. Tragedi ini menempatkan mereka dalam situasi yang sangat sulit. Namun, meskipun menghadapi masa-masa sulit, ibu Dworkin masih bisa membesarkan ketiga anaknya seorang diri dengan penghasilan yang didapatkannya dari menjadi guru piano.[2] Ronald Dworkin adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Saudara perempuannya yang bernama Fern Cohen memiliki usia 5 tahun lebih tua darinya dan ia tinggal di New York, sedangkan adik laki-lakinya bernama Alan merupakan seorang pengacara di Rhodes Island.[3]

PENDIDIKAN & KARIR

Ronald Dworkin bersekolah di sekolah umum yang bernama Boston Latin School (BLS) dan ia termasuk murid yang berprestasi. Setelah menyelesaikan sekolahnya, ia berkuliah di Universitas Harvard dan semenjak kuliah ia meraih nilai A disemua mata kuliah selama 4 tahun masa studinya dan memperoleh gelar Bachelor of Arts in Philosopy atau gelar sarjana filsafat pada tahun 1953.[4] Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Harvard, ia melanjutkan studi pascasarjananya dengan menerima Beasiwa Rhodes Scholar. Beasiswa ini merupakan beasiswa yang diberikan oleh Rhodes, sebuah lembaga yang didirikan oleh Cecil John Rhodes, seorang pebisnis, penambang besar, dan politisi di Afrika Selatan. Ia pun pergi ke Universitas Oxford sebagai penerima beasiswa Rhodes dan meraih gelar Master of Arts in Jurispridence atau bisa disebut juga dengan Magister Hukum. Di Oxford, ia diajar oleh banyak Profesor terkemuka salah satunya yakni Sir Rupert Cross (15 Juni 1912 – 12 September 1980) yang merupakan seorang Advokat dan juga Akademisi.[5] Cross adalah sosok yang tidak hanya mendorong Dworkin dalam menyuarakan pikirannya secara luas tetapi juga membantu dalam membentuk dirinya dengan baik, dan pada akhirnya membentuk dirinya sebagai seorang sarjana dan filsuf bereputasi Internasional. Walaupun Dworkin mengambil hukum sebagai jurusan pilihannya dalam menempuh pendidikan pascasarjana, akan tetapi dia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan para filsuf karena studi filsafat telah sangat dekat di hatinya.

Pada tahun 1955, Ronald Dworkin kembali ke Universitas Harvard untuk mendapatkan gelar Doktor dibidang hukum dan lulus dengan posisi teratas pada tahun 1957. Fakultas Hukum Universitas Harvard pun merekomendasikan namanya untuk menjadi panitera kepada Hakim Learned Hand yang merupakan seorang Hakim Amerika yang sudah dikenal secara internasional. Dworkin membuat Learned Hand sangat terkesan dengan kinerjanya. Bagaimanapun, di Oxford dan Harvard, ia ternyata menjadi siswa berprestasi yang tidak hanya berpengaruh tetapi juga meninggalkan tanda atau jejak yang tak terhapuskan di benak gurunya serta teman sekelasnya dengan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu akademik dan keinginan untuk belajar yang sangat kuat. Dworkin memiliki magnet yang kuat dalam hal berorasi dan tulisan-tulisannya juga menjadikannya pusat perhatian dikalangan akademisi hukum.

Penting untuk disebutkan bahwa Universitas Oxford secara resmi pernah mengundang Profesor H.LA. Hart untuk mengevaluasi disertasi Dworkin.[6] Profesor Hart sangat terkesan dengan temuan Dworkin dalam disertasinya.  Hart menilai Dworkin sebagai siswa yang bisa mengintimidasinya secara intelektual dan siswa yang dapat memperoleh nilai tertinggi dari setiap ujian yang diikutinya.[7] Kemudian Profesor Hart lah yang merekomendasikan nama Dworkin untuk menjadi Chair of Jurisprudence di Oxford sebagai pengganti dirinya. Seiring berjalannya waktu, Dworkin ternyata menjadi kritikus terkenal dari teori hukum positivisme Profesor Hart yang mengundang perhatian banyak sarjana, dan perdebatan antara Hart dengan Dworkin menjadi yurisprudensi yang telah terkenal secara global. Dalam bukunya yang berjudul Taking Rights Seriously,[8] Dworkin secara kontroversal menyerang teori-teori positivisme yang dicetuskan oleh Profesor Hart.

Selanjutnya pada tahun tahun 1962, Dworkin bergabung dengan Yale Law School sebagai Profesor Hukum. Penunjukannya sebagai akademisi memberinya kesempatan untuk mengawinkan dua gairah hidupnya, yaitu hukum dan filsafat. Posisi ini juga memberinya kebebasan untuk meneliti isu-isu menarik yang ditemukannya, seperti ras, keadilan, kebebasan sipil, dan sebagainya. Setelah melayani Yale Law School selama sekitar tujuh tahun, Dworkin bergabung dengan Universitas Oxford pada tahun 1969 dan menjabat sampai tahun 1998 sebagai fakultas bersama. Ia menjadi dosen yang sangat populer di Oxford dan menjabat sebagai Chair of Jurisprudence, yang pernah dijabat oleh ahli hukum terkenal, H.L.A. Hart, yang pandangannya dia analisis secara kritis kemudian.

Dari Oxford, Ronald Dworkin melanjutkan kariernya ke University College of London (UCL) sebagai Quain Professor of Jurisprudence dimana ia kemudian menjadi Bentham Professor of Jurisprudence. Dia membuat prestasi penting dalam filsafat hukum dan politik di UCL. Selama bertahun-tahun, ia memimpin kolokium tingkat tinggi dalam filsafat sosial dan hukum di UCL, komponen integral dari program akademik Master of Arts (MA) mereka dalam teori hukum dan politik.

Kemudian di tahun 1975 Dworkin bergabung dengan New York University Law School sebagai fakultas bersama, setelah menolak tawaran dari Harvard Law School, almamaternya sendiri. New York University Law School tidak banyak dikenal di kalangan akademisi pada masa itu. Hari ini, bagaimanapun, itu adalah salah satu sekolah hukum paling terkenal tidak hanya di Amerika Serikat tetapi di seluruh dunia. Umumnya diyakini bahwa pada masa itu dianggap sebagai tempat yang sepi karena tidak ada seminar atau lokakarya, dan program-programnya juga kurang dihadiri oleh siswa. Dworkin mengubah suasana sekolah yang membosankan dan membawa gelombang peremajaan di Universitas tersebut, ia mengadakan kolokium filsafat hukum, politik, dan sosial, serta mengubah lingkungannya secara total, menyediakan forum untuk diskusi yang kuat dan pertukaran ide yang akibatnya menarik banyak sarjana dari berbagai belahan dunia.


PERNIKAHAN DWORKIN

Adam Liptak, penulis biografi majalah Dworkin, menyatakan bahwa Dworkin bertemu seorang wanita bernama Betsy Ross, putri dari seorang kaya raya di Kota New York, ia bertemu dengan Betsy dihari-hari terakhir ia bekerja bersama Hakim Learned Hand pada tahun 1958, dan Dworkin pun menikahinya. Betsy lahir di Manhattan dari pasangan Walter dan Adelaide Ross. Dia adalah seorang wanita cantik dan menjadi pasangan hidup Dworkin. Setelah selesai dengan pekerjaannya sebagai panitera dari Hakim Learned Hand, Dworkin bergabung dengan Firma Hukum yang berbasis di New York yakni Sullivan dan Cromwell, dan ia bekerja disana hanya selama empat tahun yakni sejak tahun 1958 hingga 1962. Namun segera ia menyadari bahwa minatnya ada ditempat lain dan ia pun tidak melanjutkannya lagi. Pekerjaannya memberinya banyak kesempatan untuk berpergian keluar negeri, namun karena keluarganya berdomisili di Amerika Serikat, istrinya membujuknya agar kembali ke Amerika dan mempertimbangkan untuk berkarir di dunia akademis. Dworkin ingat ia mendapatkan telegram dari istrinya di Stockholm, dimana saat itu ia sedang mengerjakan sebuah kesepakatan/perjanjian dengan kilennya sehingga ia pun gagal memenuhi janjinya kepada istrinya untuk berada di rumah pada hari ulang tahun Dworkin. Pada tahun berikutnya ia pun kembali mendapat telegram dari istrinya yang berkata “Kamu akan dapat pekerjaan baru atau istri baru”.[9] Ternyata pada tahun berikutnya Dworkin mendapat pekerjaan baru sebagai akademisi di Fakultas Hukum Universitas Yale. Tampaknya Tuhan memilihnya untuk menjadi seorang akademisi. Istrinya pun sangat bahagia dan ia pun mendorong Dworkin untuk melanjutkan perjalanan ilmiahnya di Inggrsi dan Amerika Serikat. Namun setelah 41 tahun pernikahan Dworkin dan istirnya yang bernama Betsy, pada tahun 2000 Betsy meninggal dunia karena penyakit Kanker. Kematian istrinya merupakan suatu kehilangan besar bagi Dworkin, istrinya adalah sumber insipirasi dan dukungan luar biasa baginya.

Setelah kematian Besty, Dworkin kemudian menikah dengan Irene Brendel yang merupakan mantan istri dari Pianis yang bernama Alfred Brendel,[10] pernikahannya dengan Irene memberi Dworkin semangat hidup baru dan cinta baru yang sangat mendorongnya untuk melanjutkan kontribusi ilmiahnya sampai hari-hari terakhir hidupnya. Dworkin mendedikasikan karyanya yang terkenal dalam Buku Justice For Hedgehogs[11] untuk Irene sebagai pendamping hidup Dworkin hingga akhir hayatnya.

PEMIKIRAN

Salah satu alasan penting lahirnya pemikiran Ronald Dworkin adalah tanggapan kritis terhadap pemikiran filsafat hukum H. L. A. Hart yang merupakan filsuf hukum bergengsi abad-20, dan juga ia adalah pelopor besar teori positivisme hukum.[12] Konsep-konsep Teori dan filsafat hukum yang dikemukakan oleh Hart dituangkan dalam buku nya yang terkenal dengan judul The Concept of Law.[13] Teori tradisonal Positivisme yang dikemukan oleh Hart bermaksud untuk memisahkan hukum dari moralitas dan terdapatnya aturan pengakuan yang akan mengidentifikasi standar-standar yang merupakan aturan dari sistem hukum. Pendapat yang dikemukakan oleh Hart terkait hal ini sangatlah berbeda dengan pendapat Dworkin, bahkan Dworkin dengan tegas membantah terhadap adanya aturan pengakuan dan dugaan pemisahan antara hukum dan moral. Dworkin berpendapat bahwa penalaran hukum adalah bentuk penalaran moral dan hukum, sehingga tanpa moralitas penalaran hukum tidak lain hanyalah mitos belaka.[14]

Bahkan dalam bukunya Law’s Empire, Dworkin banyak memberikan komentar dan pemikiran yang lebih “menggigit” lagi dibandingkan kritiknya yang tertuang dalam The Model of Rules I. Ia sungguh-sungguh memperhatikan persoalan hukum. Persoalan hukum bagi Dworkin tidak terbatas pada peristiwa hakim memutuskan suatu masalah berdasarkan undang-undang. Tetapi lebih jauh, hukum bisa memaksa bahkan mengubah hidup aktor publik. Oleh sebab itu, Dworkin berusaha menjernihkan hukum itu. Persoalan hukum tidak dapat diukur dengan ruang filsafat hukum atau bahkan kebebasan.[15]

Dworkin berefleksi pada tataran konsep dasar dalam hukum. Dan memang inilah salah satu dimensi yang sering digumuli oleh filsuf hukum sekaligus pembeda dari ilmu hukum yang memfokuskan perhatiannya pada berbagai persyaratan teknis-prosedural berkaitan dengan pembuatan hukum.[16] Pertanyaan “apa itu hukum” atau “apa itu keadilan” merupakan arena reflektif Dworkin yang ingin mencoba menelanjangi konsep dasar hukum sehingga meraih kepastian konseptual. Masalah hukum tidak hanya dipastikan oleh kekuatan fakta sosial (seperti yang ia tuduhkan terhadap Hart), tetapi juga oleh prinsip-prinsip.[17] Artinya, maksim hukum itu tidak bersandar pada aturan-aturan (rules) saja, tapi juga prinsip-prinsip (principles). Dworkin bersikeras dengan tesisnya karena ia melihat bahwa fenomena hukum itu selalu dikabuti oleh apa yang disebutnya ketidaksepakatan teoritis (theoretical disagreement).

Teori berbasis moralitas Dworkin pun akhirnya diakui pada skala besar, tidak hanya pada dunia Anglo-Amerika, melainkan banyak negara lain seperti India yang menggunakan kontribusi ilmiah dari buah-buah pemikiran Profesor Dworkin.[18] Pada banyak isu penting seperti aksi afirmatif, apertheid, keadilan hukum, hak perempuan, dan hak minoritas, pengadilan dan hakim diseluruh dunia banyak mengutip pandangan Dworkin dalam pernyataan hukum mereka.[19] Dworkin ialah filsuf hukum yang pandangannya paling banyak dikutip dari zaman kontemporer dan ia adalah raksasa intelektual yang tulisannya benar-benar menghiasi dunia hukum.[20]



[1] Godfrey Hodgson, 'Ronald Dworkin Obituary, The Guardian, 14 Februari 2013.

[2] Adam Liptak, 'Ronald Dworkin, Scholar of the Law, Is Dead at 81, New York Times, 14 Februari 2013.

[3] Godfrey Hodgson, Loc.cit.

[4] Ofer Raban, Dworkin's 'Best Light' Requirement and the Proper Methodology of Legal TheoryOxford Journal of Legal StudiesVol. 23 No. 2 (2003), hlm. 248.

[5] Stephen Guest, Ronald Dworkin, Stanford, Stanford University Press, 1991, hlm. 2.

[6] Nicola Lacey, A Life of H.LA. Hart: The Nightmare and the Noble Dream, New York, Oxford University Press, 2004, hlm. 186.

[7] Petrus CKL Bello, “The Controversy About the Essence of Law: A Dispute Between Hart and Dworkin”, Indonesia Law Review, Vol. 2 No. 1 (2012), hlm. 45-58.

[8] Ronald Dworkin, Taking Righs Seriosly, Cambridge, Harvard University Press, 1978, hlm. 22.

[9] Adam Liptak, Tribute to Ronald Dowrkin. The Transcendent Lauyer, New York, New York University School of Law, 2005, hlm. 18.

[10] Mat Schudel, Ronald Dworkin Infuential Legal Theorist, Dies ar 81, The Washington Post, 14 Februari 2013.

[11] Ronald Dworkin, Justice for Hedgehogs, Cambridge, Harvard Universiry Press, 2011.

[12] Ronald Dworkin, Morality and the Law, New York Review of Books, 22 Mei 1969.

[13] H.L.A. Hart, The Concept of Law, New York, Oxford University Presss, 1961.

[14] Marshall Cohen, Ronald Dworkin and Contemporary Jurisprudence, New Jersey, Rowman and Allanheld, 1983, hlm. vii.

[15] Ronald Dworkin, Law’s Empire, Cambridge, Harvard Universiry Press, 1986, hlm. 1

[16] Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Kanisius, 2009, hlm. 24.

[17] Petrus C.K.L. Bello, Hukum dan Moralitas: Tinjauan Filsafat Hukum, Jakarta, Erlangga, 2012, hlm. 73.

[18] S.R. Bommai v. Union of India, (1994) 3 SCC1.

[19] Arthur Chaskalson, From Wickedness to equality: The Moral Transtormation of South African Law, International Journal of Constitutional Law, Vol. 1 No. 4 (November 2003), hlm. 595.

[20] Lokendra Malik, Ronald Dworkin: Life and Works, New York, Oxford University Press, 2018, hlm. 12-13.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAK MUDAH BUKAN BERARTI TAK MUNGKIN (BIOGRAFI)

JUDEX FACTIE DAN JUDEX JURIST DALAM SISTEM PERADILAN DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA

Perkembangan Teknologi dalam Dunia Hukum : Telaah Konsep Panopticon sebagai Model Pendisiplinan Masyarakat