EKOLOGI KONSTITUSI (GREEN CONSTITUSIONAL) DALAM DINAMIKA KETATANEGARAAN INDONESIA

 Istilah konstitusi hijau atau “green constitution” dalam dinamika ketatanegaraan Indonesia baik dalam tataran praktis maupun akademis, tidak dapat dibantah merupakan suatu fenomena baru bagi yang belum mengetahuinya. Istilah “green constitution” dalam lintas batas perkembangan ketatanegaraan khususnya negara-negara dunia sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang baru. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam konteks ke-Indonesiaan wacana “green constitution” sebagai istilah memang belum terlalu lama diperkenalkan. Namun Dalam konteks Indonesia ketentuan mengenai green constitution dapat dilihat dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pelayanan kesehatan yang baik merupakan hak asasi manusia, oleh karena itu UUD 1945 jelas sangat pro-lingkungan hidup, sehingga dapat disebut sebagai konstitusi hijau (green constitution) Sedangkan istilah ekologi konstitusi merupakan ijtihad dari penulis mengintrodusir dari istilah green constitution, yang secara maknawi keduanya dapat ditafsirkan sama.Secara leksikal kata ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti tempat tinggal dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Jimmly Assidiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.

Green constitution adalah konstitusi negara yang menempatkan perlindungan lingkungan sebagai pertimbangan penting. Dalam konstitusi kita wacana seputar konsep konstitusi hijau, ekologi konstitusi dan ekokrasi dapat dikatakan tercermin dalam gagasan tentang kekuasaan dan hak asasi manusia serta konsep demokrasi ekonomi dalam UUD 1945. Artinya negeri ini juga menganut konsep green constitution dengan asumsi ketika kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang ada di tangan rakyat yang tercermin dalam konsep hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, serta tercermin pula dalam konsep demokrasi yang terkait dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan wawasan lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, merupakan bukti bahwa konsep tersebut telah diakomodir dalam ketentuan konstitusi Indonesia. 

Pada sisi lain, bahwa kesadaran mengenai pentingnya persoalan ekologis dari waktu ke-waktu terus berkembang, sehingga akhirnya umat manusia menemukan kenyataan bahwa ekosistem kita tidak bersifat lokal, tetapi juga mondial dan global. Inilah yang terjadi dengan fenomena perubahan iklim dunia (global climate change) dan kini isu lingkungan hidup menjadi demikian penting untuk di perhatikan karena terkait langsung dengan keberlanjutan hajat hidup manusia di dunia, segala bangsa mulai bersatu dan bersepakat untuk bersama-sama ikut mengendalikan perubahan iklim global. 

Konstitusionalisasi lingkungan hidup dalam konstitusi Indonesia sendiri sudah dilakukan dalam amandemen UUD 1945, namun tidak banyak pihak yang memperhatikan hal ini secara serius. Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan bukti bahwa konstitusi Indonesia adalah Konstitusi Hijau (Green Constitution). Dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 berbunyi:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. 

Berdasarkan pada ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pelayananan kesehatan yang baik, merupakan hak asasi manusia. Karena itu, UUD 1945 jelas sangat pro-lingkungan hidup. Sedangkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 berbunyi: 

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. 

Dengan demikian, terdapat 2 (dua) konsep yang berkaitan dengan ide tentang ekosistem, yaitu bahwa perekonomian nasional berdasar atas demokrasi ekonomi dimaksud haruslah mengandung prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Artinya, pada alam diakui adanya kekuasaan dan hak-hak asasinya sendiri yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun (inalienable rights). Alam diakui memiliki kedaulatnnya sendiri. Oleh karena itu, di samping rakyat sebagai manusia yang dianggap berdaulat, alam juga berdaulat. Inilah yang dimaksudkan dengan prinsip kedaulatan lingkungan yang juga terkandung dalam UUD 1945. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa UUD 1945 juga merupakan konstitusi yang Hijau (green constitution) yang penting disadari dan ditegakan dalam bernegara. 

Lebih lanjut Jimly Ashiddiqie, mengatakan bahwa setidaknya terdapat dua alasan utama betapa konsepsi green constitution dan ecocracy menjadi sangat penting untuk di pahami oleh segenap komponen bangsa indonesia; Pertama, terhadap kondisi kelestarian lingkungan hidup yang kini teramat memprihatinkan, maka sudah seyogyanya kita meletakkan dan memperkuat kembali dasar-dasar konseptual mengenai persoalan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan berwawasan lingkungan. Kedua, UUD 1945 sebagai the sumpreme law of the land pada dasarnya telah memuat gagasan dasar mengenai kedaulatan lingkungan dan ekokrasi yang dapat disetarakan pula nilai-nilainya dengan konsep demokrasi dan nomokrasi. Oleh karena itu, norma-norma hukum lingkungan hidup yang ada didalamnya, secara tegas telah mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan dan kebijakan di pelbagai sektor pembangunan khususnya UUPPLH untuk patuh dan tunduk kepadanya. Sayangnya, hingga kini belum banyak yang mampu menerjemahkan maksud dan nilai-nilai lingkungan hidup yang terkandung di dalam UUD 1945 tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

-Undang-Undang Dasar NKRI 1945

- Jimly Asshiddiqie,2009, “Green Constitution” Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAK MUDAH BUKAN BERARTI TAK MUNGKIN (BIOGRAFI)

JUDEX FACTIE DAN JUDEX JURIST DALAM SISTEM PERADILAN DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA

Perkembangan Teknologi dalam Dunia Hukum : Telaah Konsep Panopticon sebagai Model Pendisiplinan Masyarakat